Komunitas
skateboard sudah sering kita dengar di Kalimantan Barat, Pemangkat khususnya,
namun komunitas inline skate atau yang sering kita sebut sepatu roda masih
belum terlalu awam terdengar ditelinga masyarakat.
Sekitar 2 bulan
menjelang Bulan Ramadhan lalu, saya melihat beberapa remaja putra dan putri
sedang asyik latihan bersepatu roda disekitaran jalan Merdeka, Pemangkat.
Awalnya saya mengira mungkin hanya anak-anak yang iseng dan menghabiskan waktu
sore mereka bersama-sama sebelum memulai jalan-jalan sore (jjs), namun setelah
saya dekati ternyata mereka tergabung dalam sebuah komunitas yang diberi nama
Pemangkat Inline Skate.
Usut punya
usut ternyata komunitas yang digandrungi beberapa pemuda yang mayoritas masih
berseragam SMA ini sudah berdiri pada bulan Maret lalu, tepatnya pada tanggal
22 Maret 2014. Penggagas berdirinya komunitas inline skate ini adalah Wahyu,
seorang siswa SMA N 1 Pemangkat yang sekarang sudah duduk dibangku kelas XI
atau 2 SMA.
“Pertama-tama
saya gumpulkan teman-teman dekat yang tertarik dengan sepatu roda dan saya ajak
mereka bermain sepatu roda bersama-sama hingga akhirnya kita sepakat untuk
mendirikan komunitas ini pada tanggal 22 Maret 2014 dan diberi nama Pemangkat
Inline Skate,” jelasnya waktu ditemui disela-sela latihan.
Seminggu
sebelum memasuki bulan Puasa, saya tidak melihat aktivitas pemuda-pemuda
pencinta olahraga sepatu roda ini latihan lagi ditempat biasa mereka ngumpul.
Ternyata mereka sudah pindah tempat latihan ke lapangan terbuka yang lebih aman
bagi para anggotanya.
Tempat yang
dipilih adalah sebuah lapangan bekas petani menjemur hasil panennya, disamping
gudang beras Lonam, Pemangkat. Setelah saya sampai ditempat latihan, ternyata
saya menemukan adanya anggota baru yang bisa dibilang adalah senior mereka,
bang Mulyadi itulah sapaannya. Dia pun menuturkan bagaimana bisa bergabung
dengan komunitas Pemangkat Inline Skate.
“Saya sih
sebenarnya asli Pemangkat, cuman kuliah di Jogja, kebetulan disana saya juga
sering latihan dan bermain sepatu roda bersama teman-teman kampus. Lalu saya
berpikir untuk mendirikan komunitas sepatu roda di Pemangkat, akhirnya saya
iseng-iseng bikin status di sosial media facebook untuk mencari anggota di
Pemangkat. Tanpa terduga ada yang komen, ternyata si Wahyu, dia bilang udah ada
komunitasnya,” jelasnya.
Sebelum
mendalami dunia sepatu roda, ternyata Mulyadi sebelumnya pernah mendalami dunia
skateboard selama sekitar 1 bulan. “Sebelumnya dulu waktu saya masih SMA, saya
pernah belajar bermain skateboard, namun hanya 1 bulan karena gak bisa-bisa,”
jelasnya.
“Kalau
dilihat dan berteori sih nampaknya senang ke mempelajari skateboard daripada
sepatu roda, ternyata setelah dipraktekkan lebih mudah mempelajari sepatu roda
daripada skateboard,” tambahnya.
Beda
Mulyadi, beda lagi pendapat Wahyu selaku ketua komunitas unik ini, ia
menuturkan kalau belajar dari nol sampai bisa sampai sekarang itu butuh waktu
yang tidak singkat. “Belajar sepatu roda baru-baru ini kok, sekitar 4 bulan
sebelum terbentuknya komunitas Pemangkat Inline Skate,” tuturnya.
Sekarang
yang perlu dilakukan oleh anggota komunitas ini adalah mengenalkan inline skate
di Pemangkat. Buktinya waktu karnaval 17 Agustus 2014, mereka ikut serta dan
menggunakan sepatu roda sepanjang jalan.
Tujuan
anggota komunitas baru ini pun berbeda-beda, salah satunya Mada. “Saya tertarik
bergabung dengan Pemangkat Inline Skate karena ingin menambah talenta dan
mengapresiasikan hobi dalam bermain sepatu roda,” jelasnya.
Bukan hanya
para remaja yang tertarik bergabung dengan komunitas ini, tetapi ada seorang
bocah bernama Reza yang bergabung dan sekaligus menjadi anggota termuda,
pasalnya ia baru masuk Sekolah Dasar (SD) tahun ini.
Setiap
anggota Pemangkat Inline Skate, mereka masing-masing belajar dengan freestyle
yang diinginkan, namun secara garis besar mereka hanya mempelajari 2 freestyle
saja, yakni slalom dan aggressive. Tentunya ada perbedaan diantara kedua
freestyle ini.
“Kalau
slalom itu lebih mengutamakan keanggunan dan gerakannya meliuk-liuk, sedangkan
aggressive itu melompat-lompat. Untuk jenis ban pun harus beda antara slalom
dan aggressive, “ ungkap Mulyadi.
Untuk
olahraga jenis ini, freestyle apapun yang kita lakukan itu bergantung kepada
jenis ban dan frame. “Semuanya itu bergantung kepada jenis ban dan frame yang
kita pilih, frame yang bagus itu terbuat dari aluminium. Kalau frame untuk
slalom itu agak pendek karena kalau digunakan buat aggressive bisa patah
framenya,” jelasnya.
Untuk harga
sepasang sepatu itu dari yang termurah bisa didapatkan dengan harga Rp.
300.000,- dan termahal itu bisa mencapai 1 juta lebih. Selain itu, pembelian
sepatu roda sendiri bisa dibeli terpisah antara sepatu, frame dan bannya, untuk
yang harga Rp. 300.000,- itu dibeli langsung tanpa terpisah.
Apabila ada
yang tertarik bergabung dengan Pemangkat Inline Skate, persyaratan yang mereka
ajukan tidaklah berat, hanya perlu persetujuan orang tua dan bersedia
mengumpulkan uang kas sebesar Rp. 5000,- per Minggunya. “Uang kas digunakan
untuk membuat track dan peralatan latihan serta yang terpenting untuk
antisipasi kecelakaan,” jelas mahasiswa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya
disalah satu universitas di Jogja.
Kendala yang
mereka hadapi sekarang berbeda dengan yang dulu, kalau dulu kendalanya adalah
lapangan dan lahan bermain mereka kurang, tapi sekarang yang menjadi kendalanya
adalah anggota jarang latihan.
“Kalau dulu
anak-anak bermain dan latihan bukan dilapangan, melainkan dijalan raya, itu
sangat berbahaya bagi keselamatan mereka dan orang lain. Namun sekarang sudah
ada lapangan, tapi anggotanya yang jarang latihan,” tegasnya.
Meskipun
tujuan awal mereka bergabung dengan komunitas Pemangkat Inline Skate ini
berbeda-beda, namun mereka mempunyai satu tujuan yang sama, yakni ingin
dipandang bagus dan bisa sukses.
“Harapan
kita bisa dipandang bagus oleh masyarakat dan bisa sukses dalam bidang
olahraga, khususnya sepatu roda,” tambahnya.
Posted by 5:41 AM and have
0
comments
, Published at
No comments:
Post a Comment