Apa yang terlintas
dibenak anda ketika melihat sekumpulan remaja melakukan gerakan-gerakan ekstrim
seperti back flip atau salto belakang
dan front flip atau salto depan ?
Takut ? Tapi anda tidak akan menemukan rasa takut itu didalam diri sekumpulan
remaja Kota Amoy yang tergabung dalam sebuah komunitas unik, yaitu Parkour n
Freerun Singkawang.
Bagi sebagian orang
awam, parkour dan freerunning itu memiliki arti yang sama,
ternyata beda. Perlu diketahui bahwa perbedaan parkour dan freerunning
sangat tipis dalam masalah teknik dan basic,
akan tetapi perbedaan kedua olahraga ini sangat jauh apabila dilihat dari fundamental.
Parkour
adalah olahraga yang mengandalkan kemampuan tubuh manusia beserta mental, dan
ditambah lagi dengan filosofi kehidupan yang diapresiasikan dalam bermain parkour. Parkour tidak terikat pada
peraturan-peraturan yang formal, kembali pada diri masing-masing, etika dan
tanggung jawab terhadap parkour itu
sendiri, ini hanya improfisasi mengembangkan diri tanpa ada ikatan-ikatan.
Traceur
adalah sebutan untuk para praktisi parkour,
orang bisa dikatakan traceur jika
orang tersebut sudah memahami arti, basic,
dan filosofi dari parkour itu sendiri. “Gerakan yang wajib dipelajari oleh
seorang traceur adalah kong, dash, tiger, rolling, lazy, 360
drajat, mongkey walk, dan wall spin,”
kata Hery, salah satu anggota Parkour n Freerun Singkawang.
Sedangkan freerunning bisa dikatakan olahraga
bebas seperti skate board, BMX, break
dance, dan sebagainya. Freerunning
tidak terikat peraturan-peraturan yang mendasar bagi para praktisinya yang
disebut dengan freerunner. “Gerakan yang
wajib dikuasai oleh freerunner antara lain front
flip, back flip, side flip, wall flip, wall front, dan hand spring,” tambahnya.
Setelah kita mengetahui
perbedaan diantara kedua jenis olahraga ini secara singkat, kita kembali ke
Komunitas Parkour n Freerun Singkawang. Komunitas yang sudah berdiri sekitar
kurang lebih 4 sampai 5 tahun lalu dan didominasi oleh pelajar berusia 15 sampai
20 tahun ini ternyata tercipta hanya karena iseng-iseng aja dan tertarik
setelah melihat tim parkour dari
Pontianak datang ke kota mereka.
“Awalnya kami
mendirikan Parkour n Freerun Singkawang sih hanya iseng-iseng ngeliat tim parkour Pontianak datang ke Singkawang,”
jelas Oky, salah satu anggota Parkour n Freerun Singkawang.
Siswa yang baru saja
naik ke kelas XII SMA Negeri 6 Singkawang ini pun mendirikan cabang dari
Parkour n Freerun Singkawang yang meminjam lapangan sekolahnya untuk berlatih
pada tanggal 19 Mei lalu.
Untuk jadwal latihan
sendiri, tim inti dan bukan tim inti memiliki jadwal dan tempat latihan
tersendiri. “Kalau tim inti, latihannya pada hari Minggu dan Kamis di tanah
lapang dekat MAN Model. Sedangkan yang bukan tim inti, latihannya pada hari
Senin dan Kamis di lapangan sekolah SMA 6. Biasanya kami latihan selepas shalat
Ashar,” tambahnya.
Meskipun bukan tim
inti, namun cabang dari Parkour n Freerun Singkawang ini juga meemiliki banyak
peminat, salah satunya Uray Rizky Pradana. “Ikut komunitas ini karena minatnya
disini, saya senang ketika melihat kawan-kawan sedang parkour,” jelas siswa yang baru naik ke kelas XI ini.
Hal senada juga
disampaikan oleh Mohammad Muhlisin, yang juga merupakan anggota baru. “Ikut
parkour karena penasaran dan mencoba hal-hal baru,” tegasnya.
Olahraga ekstrim
seperti yang dilakukan oleh para anggota komunitas ini pasti memiliki resiko,
seperti cedera ringan sampai patah tulang. “Kemarin saya sempat mendapatkan
hadiah saat latihan, pergelangan tangan saya lepas, cedera kepala, salah urat,
dan tulang rusuk retak,” tukas Bayu, yang juga penggemar Demian Walter.
Namun, resiko-resiko
seperti itu tidak mematahkan semangatnya untuk terus latihan bersama anggota
lain di Parkour n Freerun Singkawang. “Sebenarnya itu salah saya juga, tidak
melakukan pemanasan. Bagi para anggota baru, disarankan untuk melakukan
pemanasan sebelum memulai latihan, seperti peregangan, lari-lari kecil, push up, sit up, hand stand, dan
senam-senam kecil,” tegasnya.
Selain resiko, olahraga
ekstrim ini juga memiliki beberapa manfaat bagi tubuh, yaitu melatih gerak
tubuh atau kelenturan tubuh dan membentuk tubuh menjadi lebih berisi dengan
otot-otot yang dihasilkan dari latihan.
Untuk bergabung menjadi
anggota Parkour n Freerun Singkawang, calon anggota baru perlu memenuhi
beberapa syarat, yaitu mengisi formulir, mempunyai nyali, tanda tangan orang
tua ( terutama ibu).
Masuk dalam komunitas
ini tidaklah sembarang, perlu perizinan dari orang tua, hal ini lah yang banyak
menjadi masalah besar bagi calon anggota baru. Setiap orang tua pasti
mengkhawatirkan keadaan anaknya, namun ada juga yang akhirnya berhasil mendapat
restu orang tuanya, salah satunya Bayu.
“Pertama-tama minta
izin untuk ikut latihan parkour, orang tua sih marah. Tapi lama-kelamaan
setelah dirayu, akhirnya orangtua saya mengizinkan juga,” pungkasnya.
Kalau tidak mendapatkan
izin dan tidak adanya tanda tangan orang tua diformulir pendaftaran, senior pun
tidak memperbolehkan calon anggota barunya untuk ikut latihan bersama, kecuali
melihat-lihat.
Perlu waktu sekitaran 6
(enam) bulan bagi anggota baru untuk bisa lancar melakukan gerakan-gerakan,
baik parkour maupun freerunning. “6 bulan saya baru bisa
melakukan gerakan freerunning dengan sempurna, itu pun sudah rutin ikut latihan
bersama dan ditambah latihan sendiri dirumah,” kata Uray Afriza.
Komunitas parkour n
Freerun Singkawang juga memiliki beberapa kendala. “Kalau hari hujan tidak bisa
latihan karena kita latihan kan out door,
lapangan pasti lecet dan menjadi licin. Selain itu masalah kendaraan juga menjadi
kendala bagi sejumlah anggota kami,” jelas Hery.
Kalau ada kendala,
pasti ada harapan. Mereka berharap bisa dikenal umum dan masyarakat tidak
menilai olahraga parkour ini dari segi bahayanya saja, tetapi juga ada
manfaatnya. Namun, inti harapan mereka sepenuhnya ditujukan kepada Pemerintah
Kota Singkawang. “Kami berharap memiliki lapangan latihan sendiri dan in door, karena biasanya kami kalau
kumpul dan latihan bersama antara tim inti dan cabang di Taman Burung (TB),”
kata Oky.
Selain kendala karena
faktor alam, faktor dari dalam diri atlit pun menjadi masalah, contohnya traceur atau freerunner yang perokok, bisa membuat nafas mereka pendek dan cepat
keletihan. Hal ini berpengaruh terhadap performa mereka karena olahraga ini
memadukan antara efisiensi, kecepatan, ketepatan dalam bergerak dari poin ke
poin dan pengekspresian diri lewat gerakan-gerakan ekstrim.
Anggota komunitas
Parkour n Freerun Singkawang biasanya latihan gerakan-gerakan baru dari sharing antar sesama anggota, menonton
video di youtube, dan touring antar kota, serta gerakan baru
yang tidak sengaja tercipta ketika latihan.
“Untuk touring, kami lakukan setahun sekali dan
samapai sekarang kami sudah pernah ke Kota Pontianak dan sebagian daerah di
Kabupaten Sambas, salah satunya Pemangkat,” tambah Bayu.
Selain itu, untuk
komunitas Parkour n Freerun Singkawang juga memiliki acara khusus bersama
komunitas-komunitas parkour di Kalimantan Barat (Kalbar). Acara khusus tersebut
adalah Jaming Regional (Jamreg) yaitu
perkumpulan parkour se-Kalbar yang
diadakan setahun sekali setiap bulan Desember.
Sebagai penutup dari
pembahasan kita tentang komunitas Parkour n Freerun Singkawang ini, para
anggota komunitas Parkour n Freerun Singkawang memiliki pesan kepada orang tua
yang anaknya ingin bergabung dengan komunitas mereka.
“Bagi orang tua, jangan
takut menyerahkan anaknya kepada kami, karena kami professional,” jelas seluruh anggota Komunitas Parkour n Freerun
Singkawang.
Posted by 5:52 AM and have
1 comments
, Published at
Jln ny dmn y??
ReplyDeleteTrus butuh biaya??