Pantai Paloh
di Kabupaten Sambas, tempat bertelurnya penyu yang terpanjang di Indonesia,
menjadi lokasi berkumpulnya sampah dari berbagai negara, sehingga mencemari
lingkungan sekitar.
Koordinator
Konservasi Spesies Laut WWF-Indonesia Dwi Suprapti saat dihubungi di Pontianak,
Minggu (23/2/2014), mengatakan sampah utama yang dijumpai di Pantai Paloh
adalah kayu, plastik, dan botol-botol air mineral.
"Setelah
kami telusuri, botol-botol air mineral yang terdampar di Pantai Paloh ternyata
bukan produksi Indonesia," kata Dwi Suprapti. Namun, kata dia, tertera
label produksi Malaysia, Singapore, Filipina, Thailand, Vietnam, Norwegia,
Amerika Serikat, hingga China.
Sejumlah
elemen masyarakat yang peduli terhadap lingkungan menggelar KolaborAKSI Kumpul
Sampah di pantai peneluran penyu Paloh, Kabupaten Sambas. Aksi ini menjadi
rangkaian Hari Sampah Nasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.
Di Kabupaten
Sambas, agenda KolaborAKSI yang didukung Pokmaswas Kambau Borneo, Ormas
Kalilaek Paloh, mahasiswa magang Universitas Tanjungpura dan Sekolah Tinggi
Perikanan Jakarta, WWF-Indonesia, Komunitas Bujang Dara Penyu Paloh dan
sejumlah warga dipusatkan di pantai peneluran penyu Paloh.
Dwi Suprapti
mengatakan hasil penelusuran ditemukan berbagai jenis sampah baik organik
maupun non-organik terlebih setelah cuaca buruk pada kurun November-Februari.
Ia
mengatakan, setelah gelombang tinggi berakhir dan musim normal kembali,
terlihat tumpukan sampah di sepanjang Pantai Paloh.
Dwi Suprapti
menambahkan, hal itu mengindikasikan bahwa sampah tersebut adalah sampah
kiriman dari berbagai negara mengingat secara geografis, posisi Pantai Paloh
berhadapan langsung dengan Laut China Selatan yang dikelilingi beberapa negara.
"Kondisi
ini dapat mengganggu aktivitas peneluran penyu. Untungnya, sekarang belum
memasuki musim puncak peneluran, tapi tiap malam ada dua sampai 5 ekor penyu
mendarat di Pantai Paloh," kata dia.
Selain itu,
kata dia, sampah pantai yang tidak dibersihkan akan berpotensi terbawa kembali
oleh air laut dan terombang ambing di lautan sehingga sering menyamarkan
makanan bagi tukik (bayi penyu).
"Tukik
yang baru belajar makan menduga sampah plastik adalah ubur-ubur atau makanan
yang terapung. Ada beberapa kasus kematian tukik, setelah dinekropsi, dijumpai
sejumlah sampah plastik di lambungnya," kata Dwi.
Kalimantan
Regional Leader, WWF-Indonesia, Hermayani Putera menambahkan, fenomena sampah
yang berasal dari luar negeri seperti di Paloh menegaskan bahwa persoalan
lingkungan hidup bersifat multidimensi, lintas wilayah administrasi, termasuk
lintas negara sehingga dibutuhkan langkah aksi bersama yang massif.
"Misalnya
dari semangat aksi dari para komunitas seperti saweran sampah ini hingga ke langkah
yang lebih strategis lagi di tingkat antar-negara. Kita perlu angkat dan
keberatan terhadap isu sampah di Paloh agar menjadi perhatian otoritas di
Malaysia dan Singapura," kata Hermayani.
Ia mencontohkan ketika Singapura protes
terhadap "ekspor" asap dari Indonesia ke negara mereka beberapa waktu
lalu.
Editor: Andi Asmadi
Sumber: kompas.com
Posted by 8:51 AM and have
0
comments
, Published at
No comments:
Post a Comment