Putu Bambu |
Sesungguhnya dan sebenarnya Mr. Kentut juga belum tau pasti asal nama kue ini. Mungkin aja si pembuat pertama kue ini adalah orang Bali kalli ya ? Namanya aja putu, seperti nama orang Bali. Yang khas dari kue ini adalah suara uap yang keluar tuh, sob. Bunyinya kayak gini nih "Puuuutttt..." bukan suaranya ane ye. Hee
Sobat flatulence pasti sudah familiar dan tidak asing lagi dengan kue putu ya. Kue ini ada yang berwarna putih dan ada juga yang berwarna hijau. Kue ini berbahan dasar tepung beras butiran kasar dengan isinya adalah gula merah dan diatasnya ditaburi parutan kelapa.
Sejumlah pedagang masa kini mengganti bambu dengan pipa PVC dengan alasan kepraktisan, meskipun dari segi kesehatan penggunaan PVC membahayakan.
Kue putu sendiri sudah merambah ke negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, meskipun nama dan bentuk untuk kue ini sedikit berbeda, tetapi rasanya sendiri sama dengan kue putu tradisional Indonesia itu sendiri.
Putu Ayu |
Selain itu, perlu sobat flatulence ketahui, ada 2 jenis kue putu loh. Yang pertama adalah kue putu bambu dan yang kedua adalah kue putu ayu. Kalau kue putu bambu ya sudah jelas bikinnya pakai cetakan bambu dan bentuknya memanjang, namun kalau kue putu ayu mungkin yang nyetaknya harus bernama ayu kalli ya ? Bukan, Kalau kue putu ayu tuh bentuknya bulat namun bergelombang (kayak bentuk bunga).
Kalau dulu si putu hanya dibandrol dengan harga Rp. 500,- per kue, namun sekarang udah naik menjadi Rp. 1.000,- per kue. Mungkin bawaan makin mahal bahan pembuatannya, sob dan menurut Mr. Kentut itu harga yang wajar sih.
Pada awal musim penghujan tahun ini (2014), ane sempat bertemu dengan pedagang kue putu, sebenarnya si pedagang sih yang mampir ke gang tempat tinggal ane. Beliau sudah berdagang kue putu keliling selama belasan tahun dan tidak pernah berganti profesi. Meskipun banyak pesaing dari pedagang gorengan (sosis, bakso goreng, dll.).
Menurut kesaksiannya, dia juga sering berkeliling menjajakan kue putu sampai ke Sambas, namun hanya sesekali saja, dia seringnya hanya di Pemangkat saja.
Kalau kita lihat dari pandangan ekonomi pemasaran, seharusnya si pedagang putu ini bisa sukses ya, sob karena tidak ada saingan penjual putu lainnya. Namun kenyataannya 180 derajat terbalik dari dugaan Mr. Kentut. Anak-anak zaman sekarang kelihatannya lebih suka mengonsumsi makanan yang mengandung formalin daripada makanan enak, lezat dan berkhasit seperti si putu.
Untuk menyantap kue putu ini, lebih terasa nikmat jikalau disantap bersama keluarga tercinta anda di rumah dengan segelas teh manis hangat.
Setelah perjumpaan waktu itu sampai tulisan ini diterbitkan, ane belum bertemu lagi dengan penjual putu. Nah, bagaimana dengan daerah sobat flatulence ? Apakah kue ini juga sudah mulai langka dan susah untuk dicari ?
Posted by 5:42 AM and have
0
comments
, Published at
No comments:
Post a Comment