Postingan Bebas tapi Tidak Sebebas-Bebasnya

Pro dan Kontra Pernikahan Beda Agama

Pro dan Kontra Pernikahan Beda Agama

Judical Review Menurut Pakar Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung

Gugatan seorang mahasiswa dan 4 (empat) alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) terhadap pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak sejalan dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Padahal prinsip itu yang menjadi salah satu dasar negara ini.

"Jika permohonan uji materi tersebut dikabulkan MK, maka itu sama saja artinya negara tidak lagi menjamin warganya untuk menjalankan hukum agama yang mereka anut," kata pakar hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf seperti dilansir Republika.co.id Sabtu (6/9).

Asep menuturkan, Indonesia memang bukan negara agama. Namun ada beberapa aspek yang mendasari sistem hukum yang diterapkan di negara ini. Salah satunya adalah kesadaran masyarakat untuk menjalankan hukum agamanya masing-masing, termasuk didalamnya masalah pernikahan.

"Masalah perkawinan itu wilayahnya agama. Oleh karena itu, jika pasal 2 ayat (1) dibatalkan, maka itu artinya hukum negara bakal menabrak hukum-hukum agama," tambahnya.

Menurut beliau, posisi negara hanya sebatas mencatat adanya peristiwa hukum perkawinan (fungsi administrasi). Sementara, sah atau tidak sahnya suatu perkawinan ditentukan oleh hukum agama, bukan negara.

"Dengan kata lain, negara tidak memiliki kewenangan untuk mengabsahkan sebuah perkawinan. Karena sumber hukum perkawinan itu sendiri berasal dari hukum agama, bukan hukum buatan manusia," tuturnya.

Ia menambahkan, salah satu fungsi hukum agama adalah mencegah para penganutnya dari berbuat dosa. Sementara menurut pandangan agama yang diakui di Indonesia, menikah dengan orang berbeda keyakinan itu termasuk dosa.

Oleh sebab itu, Asep tidak setuju bila pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan (UUP) No. 1 Tahun 1974 dihapus. "Kalau dihapus, itu bukan sekadar inkonstitusional lagi namanya, tapi sudah melegalkan warga negara untuk berbuat dosa. Hal semacam ini tidak boleh dilakukan oleh negara yang menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai landasannya," kata Asep.

Judical Review Menurut Menteri Agama

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin angkat bicara soal gugatan uji materi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang syarat pernikahan. Menurut dia, keinginan agar pernikahan berbeda agama dilegalkan di Indonesia sangat sulit direalisasikan.

"Masyarakat Indonesia sangat religius, sangat menjunjung tinggi nilai agama. Di negara mana pun, pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan ritual pernikahan tidak bisa lepas dari nilai-nilai religionitas dari yang menjalani," ucap Lukman saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/9/2014) malam.

Lukman mengatakan, apabila pernikahan beda agama dilegalkan, maka masalah lain yang akan muncul pun tak kalah sulitnya. "Ketika menikah beda agama, maka pakai agama yang mana? Apakah laki-laki atau perempuan? Ini jadi persoalan," ucap dia.

Setiap agama, kata Lukman, meyakini bahwa aturan yang diterapkannya adalah yang terbaik. Oleh karena itu, sangat sulit untuk menyatukan cara pandang antar-agama. "Fondasi suatu pernikahan berbeda karena cara pandang setiap agama berbeda. Itulah kenapa alasannya perkawinan beda agama tidak ditoleransi," ucap politisi PPP itu.

Judical Review Menurut Komnas HAM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung upaya uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi untuk melegalkan pernikahan berbeda agama. Komnas HAM menilai, setiap warga negara Indonesia berhak untuk menikah, baik dengan sesama maupun berbeda agama.

"Kalau menurut perspektif HAM, hak semua warga negara untuk membangun keluarga dan keturunan," kata Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/9/2014) malam.

Karena setiap agama memiliki hukum yang berbeda, maka pemohon menilai ada ketidakpastian hukum bagi mereka yang ingin melangsungkan pernikahan beda agama.

Ia mengatakan, Indonesia adalah negara nasionalis yang terdiri dari beragam agama dan kepercayaan. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk membuat aturan legal mengenai pernikahan berbeda agama sehingga tercipta kepastian hukum.

"Mestinya MK mengabulkan permohonan ini dengan memberi ruang kepada masing-masing agama. Kebebasan agama itu kan dijamin di negara ini," ujar Siti.

Pernikah Beda Agama Menurut Pandangan Islam

Hukum pernikahan beda agama atau biasa juga dikenal dengan pernikahan lintas agama selalu menjadi polemik yang cukup kontroversial dalam masyarakat, khususnya negara yang memiliki berbagai macam penduduk dengan agama yang berbeda-beda.

Indonesia merupakan negara mayoritas muslim terbanyak diseluruh dunia, namun tetap saja sering muncul pertanyaan menyangkut perihal pernikahan. Bolehkah seorang muslim menikahi seorang yang non muslim ? Jika boleh, bagaimana Islam menyikapi hal tersebut?

Mari kita lihat dari 2 (dua) sudut pandang pada hukum pernikahan berbeda agama ini terlebih dahulu. Pernikahan beda agama dapat dibedakan menjadi 2 (dua) berdasarkan pasangan yang menikah, yaitu:
seorang laki-laki muslim menikahi perempuan dan sebaliknya, seorang muslim perempuan yang menikahi seorang laki-laki yang non muslim. Pembagian ini dilakukan karena hukum diantaranya masing-masing berbeda. Bagaimanakah hukumnya dalam islam?

  • Hukum seorang laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim (beda agama)

Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang wanita yang non muslim dapat diperbolehkan, tapi di sisi lain juga dilarang dalam Islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita memahami terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri.

1. laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan padanya kitab sebelum Al-Qur'an. Dalam hal ini, para ulama sepakat dengan kitab Injil dan Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini, pernikahannya diperbolehkan dalam islam. Adapun dasar dari penetapan hukum pernikahan ini, yaitu mengacu pada Al-Qur'an, Surat Al-Maidah : 5
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.”
2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi), yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari Allah SWT., melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini, maka diakatakan haram. Adapun dasar hukumnya yaitu Al-Qur'an, surat Al-Baqarah : 222
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

  • Perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim.

Dari Al-Qur'an, surat Al-Baqarah : 221 sudah jelas tertulis bahwa:
"...Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman..."
Pernikahan seorang muslim perempuan sudah menjadi hal mutlak diharamkan dalam Islam, jika seorang perempuan tetap memaksakan diri untuk menikahi lelaki yang tidak segaama dengannya, maka apapun yang mereka lakukan selama bersama sebagai suami istri dianggap sebagai perbuatan zina.

Kesimpulannya:

Seorang laki-laki muslim BOLEH MENIKAHI perempuan yang bukan non muslim selama perempuan itu menganut agama samawi, apabila lelaki muslim menikahi perempuan non muslim yang bukan agama samawi, maka hukumnya "HARAM."
Sedangkan bagi perempuan muslim DIHARAMKAN baginya untuk menikah dengan laki-laki yang TIDAK SEIMAN.



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 4:47 AM and have 2 comments

2 comments: